Featured Widget

6/recent/ticker-posts

Menghidupkan Akar Gerakan: Rapat Regional LPCRPM Muhammadiyah dan Tantangan Revitalisasi Cabang-Ranting

PCM PANGGUNGREJO - Insha Allah tanggal 12 hingga 14 September 2025 mendatang, akan digelar Rapat Regional Lembaga Pengembangan Cabang, Ranting, dan Pembinaan Masjid (LPCRPM) Muhammadiyah se-Jawa Bagian Timur di Ponorogo. Tentu agenda ini bukan sekadar pertemuan struktural, tetapi bisa kita maknai sebagai panggilan sejarah untuk kembali memperkuat akar gerakan Muhammadiyah: cabang dan ranting.

Di banyak tempat, kondisi cabang dan ranting Muhammadiyah tengah mengalami tantangan serius. Ada yang melemah, stagnan, bahkan ada yang sudah tak lagi aktif alias “mati suri”. Di tengah situasi sosial yang berubah cepat, digitalisasi, urbanisasi, dan kecenderungan individualisme , cabang dan ranting yang semula menjadi basis dakwah dan pelayanan sosial, justru kehilangan relevansi dan daya hidupnya.

Karena itu, rapat regional ini bukan hanya momentum administratif, melainkan forum strategis untuk menyusun ulang peta gerakan Muhammadiyah dari bawah ke atas.


Cabang, Ranting dan Masjid: Nadi Gerakan Muhammadiyah

Sejak awal, kekuatan Muhammadiyah terletak pada kedekatannya dengan umat melalui cabang, ranting dan Masjid. Di sanalah dakwah Muhammadiyah tumbuh: lewat masjid kecil, kegiatan pengajian, pelayanan kesehatan sederhana, hingga sekolah swadaya masyarakat. 

Namun, tantangan zaman menuntut cara baru dalam menjaga vitalitas struktur paling bawah ini. Dalam satu kesempatan, Prof. Syafiq Mughni mengatakan “Cabang dan ranting adalah laboratorium dakwah Muhammadiyah yang sesungguhnya. Jika ia melemah, maka gerakan kita kehilangan akar.” maka, melemahnya cabang dan ranting bukan sekadar problem organisasi, tapi soal eksistensi jangka panjang Muhammadiyah sebagai gerakan masyarakat sipil.

Catatan sejarah juga membuktikan, kekuatan Muhammadiyah tak pernah berada di pusat semata. Justru denyutnya terasa paling nyata di cabang dan ranting - di mana amal usaha tumbuh, dakwah berjejak, dan jamaah dirawat secara langsung. Cabang dan ranting bukan sekadar unit organisasi; ia adalah nadi kehidupan persyarikatan. Ketika cabang dan ranting lemah, maka sejatinya tubuh besar Muhammadiyah sedang kehilangan vitalitasnya.

Namun, perkembangan zaman membawa tantangan baru. Mobilitas warga Muhammadiyah makin tinggi, orientasi hidup bergeser ke kota, dan ikatan sosial berbasis komunitas melemah. Banyak cabang kehilangan kader penggerak. Ranting tak lagi menjadi pusat kegiatan jamaah. Bahkan di beberapa daerah, papan nama “Ranting Muhammadiyah” masih ada, tapi aktivitasnya kosong.

Rapat Regional: Saatnya Refleksi dan Reorientasi

Di sinilah pentingnya rapat regional LPCRPM kali ini. Bukan hanya membahas angka atau laporan, tetapi menggali akar persoalan dan menyusun langkah nyata. Apa yang membuat cabang dan ranting melemah? Bagaimana menyemai kader pelanjut di tengah generasi muda yang cenderung lebih cair dalam berorganisasi? Bagaimana masjid bisa kembali menjadi pusat aktivitas sosial dan spiritual?

Muhammadiyah tidak kekurangan kader cerdas dan militan. Tapi sering kali, semangat itu tersumbat oleh sistem yang belum responsif terhadap perubahan zaman. Maka, forum ini harus dimanfaatkan untuk membangun model pembinaan baru - yang lebih kontekstual, fleksibel, dan adaptif. Pendekatan dakwah komunitas, digitalisasi manajemen cabang-ranting, hingga kolaborasi antar-ranting dalam satu kawasan bisa menjadi solusi masa depan.

Saatnya Belajar dari yang Berhasil

Kabar baiknya, di tengah tantangan tersebut, ada contoh-contoh inspiratif dari daerah yang berhasil menghidupkan kembali cabang dan rantingnya. Misalnya di Ponorogo, sebuah daerah dengan basis Muhammadiyah kuat, Pimpinan Daerah Muhammadiyah membentuk Tim Khusus Revitalisasi Ranting sejak 2022. Dalam waktu dua tahun, mereka berhasil mengaktifkan kembali 18 ranting melalui pendekatan personal, digitalisasi administrasi, pelibatan pemuda, dan sinergi masjid-sekolah.

Contoh lainnya datang dari Lamongan, di mana Cabang Muhammadiyah Tikung mampu menghidupkan ranting-ranting di desa lewat kolaborasi antara majelis taklim ibu-ibu, kelompok tani, dan pengurus masjid. Hasilnya, kegiatan dakwah dan pemberdayaan ekonomi berbasis jamaah kembali bergeliat — bukan hanya menambah jumlah anggota aktif, tapi juga memperkuat posisi sosial Muhammadiyah di tingkat lokal.

Pengalaman-pengalaman ini membuktikan bahwa revitalisasi bukan utopia. Ia bisa dilakukan — asal ada kemauan politik organisasi, strategi yang adaptif, serta keterlibatan kader lintas generasi.

Menghidupkan Kembali Semangat “Gerakan”

Muhammadiyah bukan sekadar organisasi; ia adalah gerakan. Dan setiap gerakan harus punya nyawa: nilai, arah, dan energi. Cabang dan ranting Muhammadiyah perlu dihidupkan kembali sebagai pusat gerakan itu. Tak hanya mengurus rapat rutin, tapi hadir dalam problem nyata masyarakat: pendidikan, kesehatan, ketahanan keluarga, hingga isu lingkungan.

Sudah saatnya kita berhenti menjadikan cabang-ranting sebagai formalitas organisasi. Mereka harus kembali menjadi simpul gerakan yang berdampak. Untuk itu, butuh kehadiran kader-kader pembaharu — yang bukan hanya aktif secara administratif, tapi punya jiwa pelayan ummat dan daya jelajah sosial yang tinggi.

Menyambung Akar, Menyalakan Asa

Rapat regional LPCRPM 2025 adalah panggung refleksi dan reorientasi. Jangan sampai ia berakhir sebagai rutinitas tahunan yang kehilangan makna. Ini adalah kesempatan untuk menyambung kembali akar gerakan Muhammadiyah dengan realitas umat. Membangun kembali cabang dan ranting bukan sekadar kewajiban struktural, tetapi panggilan ideologis dan spiritual.

Jika akar ini kembali hidup dan kuat, maka pohon besar Muhammadiyah akan kembali rindang. Dan dari situlah, kebermanfaatan akan mengalir lebih luas, tidak hanya untuk warga persyarikatan, tapi untuk seluruh masyarakat.

Penulis : Ubaidillah – Ketua LPCRPM Jawa Timur

Posting Komentar

0 Komentar